Pelantaran, IndoBorneo News – Kasus dugaan mafia tanah mencuat di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu. Seorang warga berinisial Tj diduga melakukan penyerobotan lahan dan pemalsuan dokumen untuk menguasai tanah milik tetangganya, Sulaeman.
Perkara ini bermula pada 27 Juli 2019. Sulaeman membeli tanah seluas 20 x 30 meter dari Suwiro, warga setempat, dengan harga Rp40 juta. Saat transaksi, ia baru membayar Rp20 juta, sementara sisanya akan dilunasi setelah surat pernyataan tanah (SPT) selesai diurus.
Karena harus kembali ke Jawa, Sulaeman menitipkan sisa pembayaran kepada temannya, Kasmani. Namun, uang tersebut sempat tidak diserahkan ke penjual hingga memicu perselisihan. Meski belakangan Kasmani melunasi pembayaran, SPT milik Sulaeman justru dijadikan jaminan utang oleh Kasmani senilai Rp20 juta.
Ironisnya, saat kembali ke Pelantaran, Sulaeman mendapati bahwa SPT atas namanya telah berubah menjadi sertifikat hak milik (SHM) tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.
“Saya tidak pernah mengajukan sertifikat atau tanda tangan dokumen apapun. Bagaimana mungkin SPT saya bisa berubah jadi SHM sementara saya ada di Jawa? Ini jelas pemalsuan,” tegas Sulaeman.
Merasa dirugikan, Sulaeman menunjuk Riyan & Partner Law Firm untuk mendampinginya. Pihak kuasa hukum, Riyan Ivanto S.H, CPM, telah mengajukan permohonan mediasi ke pemerintah Desa Pelantaran.
“Mediasi dijadwalkan Selasa, 2 September 2025, di aula kantor desa. Jika tidak ada penyelesaian, kami akan membawa perkara ini ke Pengadilan Negeri Sampit,” ujar Riyan.
Ia berharap masalah ini bisa diselesaikan melalui jalur mediasi. Namun, tidak menutup kemungkinan langkah hukum ditempuh apabila pihak yang menguasai lahan dan dokumen tidak menunjukkan itikad baik.
Jurnalis// Jokosw