PALANGKA RAYA , INDOBORNEO NEWS– Tudingan praktik mafia tanah di Kota Palangka Raya semakin mengemuka. Ketua Kalteng Watch, Men Gumpul, membeberkan bukti terkait tuduhannya akan keterlibatan mantan Lurah Kalampangan, Hadi Swandoyo, dan istrinya yang kini menjabat Lurah Kalampangan, Yunita Marlina.
Gumpul menunjukkan sejumlah dokumen, termasuk Surat Pernyataan Tanah (SPT) seluas 100 x 100 meter diterbitkan tahun 2017 di Jalan Tabengan I atas nama Hadi Swandoyo. Tanah itu diperoleh dari Alfian Angai Salman, terpidana kasus surat palsu dan saat itu Hadi masih menjabat lurah
Selain itu, ditemukan pula bidang tanah di Kelurahan Tanjung Pinang dan Sabaru dengan dokumen administrasi yang diterbitkan dari Kelurahan Kalampangan. Ia juga menunjukkan sembilan sertifikat hak milik atas nama pasangan tersebut yang diterbitkan melalui program PTSL.
“Ini bukan tuduhan tanpa dasar, semua data ada. Bahkan di Tanjung Pinang, namanya dan istrinya muncul dalam banyak sertifikat,” ujar Men Gumpul, Kamis (21/8/2025).
Dalam kasus lain, Hadi diduga menjadi sutradara pelaporan terhadap Daryana dan anggota Kelompok Tani Lewu Taheta.
Daryana mengaku mendapat ancaman penjara jika tidak menyerahkan tanah kelompoknya kepada Poktan Jadi Makmur. Mantan Lurah Sabaru, Ahmad Junaidi, juga mengaku diancam jika tidak mencabut SPT untuk kelompok tersebut.
Gumpul menegaskan masalah ini murni terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Ia menyebut nama Hadi dan istrinya kerap muncul dalam berbagai klaim lahan.
Menurutnya, sengketa bukan hanya terjadi di Lewu Taheta, tetapi juga melibatkan sembilan kelompok masyarakat lain, mulai dari Kereng Bangkirai hingga Sabaru.
Sementara itu, warga Kalampangan menilai praktik itu sudah berlangsung lama.
Mereka menduga Hadi memanfaatkan kewenangan saat masih lurah untuk menerbitkan SPT dengan imbalan tertentu. Lahan-lahan yang semula milik masyarakat juga diduga beralih ke keluarga Hadi melalui kerja sama dengan oknum pertanahan.
Kalteng Watch mendesak pemerintah dan aparat hukum menindak tegas dugaan mafia tanah ini. “Jika aparat diam, hukum akan terlihat tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tegas Gumpul. Hingga kini, Inspektorat Kota Palangka Raya belum memberi keterangan resmi atas desakan audit.
Di sisi lain, kuasa hukum Hadi Suwandoyo dari GRH Law Office membantah tuduhan tersebut. “Klien kami dituduh tanpa bukti menguasai lahan ratusan hektare. Ini tendensius dan mengarah pada fitnah,” kata Guruh Eka Saputra, Kamis (21/8/2025).
Menurutnya, Hadi tidak terlibat dalam sengketa antara Poktan Jadi Makmur dan Poktan Lewu Taheta yang kini diproses kepolisian. Ia menilai pemberitaan yang menyebut nama kliennya justru berpotensi memicu sentimen SARA.
Tim kuasa hukum mengancam menempuh jalur hukum jika tuduhan berlanjut. Guruh meminta masyarakat tidak terprovokasi, dan menyerahkan penyelesaian sengketa kepada proses hukum. “Biarlah hukum yang menjawab siapa sebenarnya mafia tanah,” pungkasnya.
Sumber : jurnal polisi
Redaksi