Penegasan Legalitas: Penasihat Hukum Diwil Bin Imran Tunjukkan Dasar Hukum Pengelolaan Lahan dalam Sidang Lanjutan di PN Sampit

INDOBORNEO NEWS, Sampit, 11 Juni 2025 — Perjuangan masyarakat dalam mempertahankan hak atas tanahnya kembali diuji di Pengadilan Negeri Sampit. Sidang lanjutan perkara dugaan pemortalan lahan yang melibatkan Diwil Bin Imran, salah satu pengurus Koperasi Itah Empat Hapakat, kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak terdakwa.

Dalam sesi persidangan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Yunanto, S.H., M.H., menegaskan bahwa tindakan pemortalan yang dilakukan kliennya tidak bisa serta merta dikriminalisasi. Justru, menurutnya, tindakan tersebut dilandasi oleh dasar hukum yang kuat dan sah secara administratif.

“Klien kami bukan hanya bertindak atas nama pribadi, tetapi mewakili hak kolektif masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Itah Empat Hapakat, yang memiliki Surat Pengakuan Pengelolaan Lahan serta dokumen kesepakatan yang sah dengan pihak perusahaan,” tegas Yunanto di hadapan awak media usai sidang.

Koperasi Itah Empat Hapakat sendiri adalah badan hukum resmi yang setiap tahunnya melaksanakan kewajiban pajak dan administrasi sesuai regulasi. Dokumen pengakuan pengelolaan lahan menunjukkan bahwa tanah yang dipermasalahkan adalah milik sah masyarakat yang tergabung dalam koperasi tersebut. Selain itu, telah ada surat kesepakatan bersama antara perusahaan PT. SCC dan pihak koperasi yang menjadi dasar kemitraan pengelolaan lahan dalam pola plasma.

Namun, menurut Yunanto, hingga saat ini implementasi kemitraan tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Ada janji kerja sama yang sudah dituangkan dalam bentuk tertulis, namun realisasinya jauh dari harapan. Klien kami dan masyarakat merasa ditinggalkan,” tambahnya.

Pemortalan lahan, lanjutnya, bukan dilakukan untuk menghalangi usaha atau mencari keuntungan pribadi, melainkan sebagai bentuk pernyataan tegas dan protes terhadap ketidakadilan yang dirasakan masyarakat. Bahkan, ketika perusahaan sempat memberikan kompensasi, hal itu tidak bisa diartikan sebagai bentuk pengakuan kepemilikan dari PT. SCC, melainkan pengakuan bahwa lahan tersebut memang telah digunakan tanpa penyelesaian kerja sama yang utuh.

“Kompensasi itu tidak menghapus hak masyarakat. Justru itu menguatkan bahwa lahan memang mereka gunakan. Sekarang masyarakat hanya menuntut agar hak mereka diakui dan kemitraan dijalankan sebagaimana mestinya,” tutur Yunanto.

Sidang ini menjadi momentum penting untuk membuktikan bahwa masyarakat tidak boleh dikorbankan atas nama investasi. Apa yang dilakukan oleh Diwil Bin Imran adalah cermin dari perjuangan kolektif dalam mempertahankan hak dan martabat masyarakat adat serta koperasi yang sah.

Perjuangan masih panjang, namun langkah ini adalah bagian dari upaya untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar berpihak kepada mereka yang selama ini terpinggirkan.

Jurnalis : Herman

Redaksi//

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *