SAMPIT, INDOBORNEO NEWS — Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertalite kembali terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Sejak Senin (16/6/2025), antrean panjang tampak di sejumlah SPBU, sementara beberapa di antaranya justru kehabisan stok sama sekali.
Pantauan lapangan menunjukkan bahwa SPBU di Pelantaran, Jemaras, Kota Besi, Semekto, dan Cilik Riwut tidak lagi melayani pengisian BBM jenis Pertalite dan Pertamax. Petugas SPBU yang diwawancarai hanya menjawab bahwa pasokan BBM belum tiba tanpa dapat memberikan kejelasan lebih lanjut.
Akibat kelangkaan ini, harga BBM di tingkat pengecer mengalami lonjakan. Pertamax yang biasanya dijual Rp15.000 per liter kini naik menjadi Rp16.000, sedangkan Pertalite yang sebelumnya Rp13.000 melonjak menjadi Rp14.000 per liter. Kondisi ini semakin membebani masyarakat, terutama kalangan ekonomi kecil dan pelaku usaha mikro.
Advokat: Negara Wajib Hadir Lindungi Konsumen
Advokat Herman, S.H., salah satu pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen di Kotim, menyatakan keprihatinan mendalam atas kelangkaan BBM tersebut.
“Kami mendesak Pemkab Kotim, DPRD, dan Pertamina untuk segera membuka informasi yang jelas dan transparan soal penyebab kelangkaan ini. BBM bukan barang biasa, ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi lokal,” ujarnya.
Menurutnya, tidak cukup hanya menyalahkan distribusi atau keterlambatan pengiriman. Pemerintah daerah, BPH Migas, hingga aparat pengawasan perdagangan harus aktif turun tangan, termasuk menindak jika ada dugaan penimbunan, distribusi tidak adil, atau permainan mafia BBM.
“Kalau SPBU kosong tapi pengecer tetap menjual BBM dengan harga melonjak, ini patut dicurigai. Apakah ada pembiaran? Atau justru BBM bocor ke jalur ilegal?” tegas Herman.
Minta Audit Distribusi dan Kuota BBM
Lebih lanjut, pihaknya meminta dilakukan audit terbuka terhadap penyaluran BBM bersubsidi dan non-subsidi di wilayah Kotim, termasuk meninjau kembali kuota, data konsumsi harian, serta alur distribusi dari depo hingga SPBU.
“Selama ini masyarakat tidak tahu berapa kuota BBM per hari yang masuk ke Kotim. Ketika langka, masyarakat hanya bisa pasrah. Ini rawan dimanfaatkan pihak tertentu untuk meraup keuntungan dengan menjual di atas harga eceran tertinggi.”
Penegasan Hak Konsumen dan Amandemen UU Migas
Herman juga mengingatkan bahwa konsumen memiliki hak atas informasi, hak atas harga yang wajar, dan hak atas keadilan dalam distribusi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Kelangkaan BBM yang berulang-ulang bukan sekadar urusan teknis, ini menyangkut tanggung jawab negara. Pemerintah jangan abai, dan Pertamina harus menjelaskan secara transparan.”
Tuntutan Masyarakat:
Pemerintah dan Pertamina menjelaskan penyebab kelangkaan secara terbuka kepada publik;
DPRD segera panggil pihak terkait dalam rapat dengar pendapat;
Penegak hukum turun tangan mengawasi kemungkinan penimbunan atau permainan harga;
Audit distribusi BBM, termasuk kuota dan jalur distribusi;
Pemkab membentuk Satgas BBM darurat bila perlu.
INDOBORNEO NEWS akan terus memantau dan menyampaikan perkembangan terbaru atas peristiwa ini. Pemerintah diharapkan hadir bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pelindung hak rakyat atas energi yang terjangkau dan merata.
Jurnalis : Anjar
Redaksi//