INDOBORNEO NEWS, Sampit, 16 Juni 2025 -Peristiwa kekerasan yang dialami oleh Penjabat Kepala Desa (PJ Kades) Selunuk di dalam lingkungan resmi Pemerintah Kecamatan Seruyan Raya pada Selasa, 10 Juni 2025, menimbulkan kegelisahan serius dan preseden buruk bagi supremasi hukum dan perlindungan aparatur negara.
Menurut keterangan korban, pada pukul 07.30 WITA ia menerima panggilan dari Sekretaris Camat Seruyan Raya, Ibu Erlawati, yang menyampaikan bahwa atas perintah Camat Seruyan Raya, Bapak Abdi Radhinie, S.STP, korban diminta hadir dalam agenda “mediasi” terkait tuduhan pelecehan seksual yang diarahkan kepadanya.
Korban memenuhi undangan dan tiba di kantor camat sekitar pukul 10.00 WITA. Ia diarahkan oleh Sekcam untuk menunggu dan kemudian oleh Kasi Pemerintahan (Pak Arif) diarahkan masuk ke ruang Pemdes bersama seorang berinisial N merupakan, suami dari pelapor. N hadir tanpa atribut kedinasan sebagaimana layaknya pegawai negeri.
Tanpa ada pembicaraan mediasi, N langsung melakukan pemukulan terhadap korban sebanyak empat kali pada bagian wajah, saat korban masih dalam posisi duduk. Ironisnya, tindakan kekerasan tersebut terjadi di dalam ruang resmi Pemerintah, disaksikan banyak aparat di luar ruangan termasuk anggota TNI dan Polri, namun tidak ada upaya pengamanan atau pencegahan kekerasan.
Bahkan, saat korban berupaya menjalani visum sebagai bukti hukum, diduga ada oknum TNI berinisial E yang menghalang-halangi proses visum. Setelah korban melaporkan kejadian ini ke Polsek Danau Sembuluh, sejumlah pegawai kecamatan diduga melakukan tekanan untuk tidak meneruskan laporan secara hukum. Pada Sabtu, 14 Juni 2025 pukul 06.55 WITA, korban kembali mendapat telepon dari oknum berinisial A dari kecamatan yang menyarankan agar korban menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
MENURUT PRAKTISI HUKUM
Kami menilai bahwa:
1. Peristiwa ini bukan sekadar tindak pidana ringan, tetapi bentuk intimidasi sistematis terhadap aparatur desa, yang bisa mengancam tatanan hukum dan administrasi pemerintahan desa di wilayah Kabupaten Seruyan.
2. Keterlibatan atau kelalaian pejabat kecamatan dalam menjamin keamanan dan integritas proses mediasi patut diselidiki.
3. Tindakan menghalangi visum dan tekanan agar tidak melanjutkan laporan hukum merupakan bentuk obstruction of justice, yang dapat dijerat pasal pidana tersendiri.
4. Kami meminta Polres Seruyan dan Kodim setempat untuk mengusut tuntas peran semua pihak, termasuk dugaan aktor intelektual di balik rekayasa pemanggilan mediasi dan pembiaran kekerasan.
TUNTUTAN
Kami mendesak:
Kapolres Seruyan untuk segera menindaklanjuti laporan korban secara profesional dan transparan.
Inspektorat dan Bupati Seruyan untuk memeriksa Camat Seruyan Raya, Sekcam, Kasi Pem, dan semua yang diduga terlibat dalam kelalaian atau pembiaran.
Danramil dan Dandim untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum TNI dalam menghalangi proses hukum.
LPSK dan Komnas HAM diminta turun tangan memberikan perlindungan kepada korban dan menindak setiap bentuk tekanan maupun intimidasi.
Tindakan kekerasan terhadap aparatur desa dalam ruang resmi pemerintahan tidak boleh dibiarkan. Jika tidak segera ditindak, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi negara.
Kami meminta kepada petinggi pemerintahan atau institusi terkait yang terlibat dalam perkara ini untuk mengawal kasus ini hingga keadilan ditegakkan.
Jurnalis : Jarwanto
Redaksi//