Tilang manual hampir punah, Polri klaim tak ada lagi uang damai di jalan

Indoborneonews,JAKARTA- Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho, menyatakan bahwa sistem tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) kini menjadi tulang punggung utama penegakan hukum di jalan.

Polri menargetkan 95 persen pelanggaran lalu lintas ditindak melalui ETLE, sementara tilang manual hanya digunakan sekitar lima persen.

Langkah ini disebut sebagai bagian dari transformasi digital Polri dalam pelayanan publik dan upaya menekan potensi penyimpangan dalam proses penegakan hukum di lapangan.

“Ada perkembangan luar biasa, ada chatbot, pengiriman dokumen digital maupun manual. Tapi yang jelas, 95 persen penegakan hukum pelanggaran lalu lintas menggunakan ETLE, dan hanya lima persen tilang manual,” ungkap Agus, dikutip dari VIVA Otomotif, Selasa (14/10).

Agus menegaskan bahwa penerapan ETLE bertujuan untuk menghapus praktik pungutan liar (pungli) dan transaksi di luar ketentuan hukum yang berlaku.

Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang preventif dan edukatif, dengan pendekatan berbasis teguran kepada pelanggar lalu lintas.

“Tambahkan penegakan hukum yang preventif, edukatif, menggunakan teguran. Tidak ada lagi cerita atau anekdot tentang hal-hal transaksional di lapangan,” ucapnya.

Selain lebih transparan, sistem ini juga dianggap sebagai simbol perubahan cara kerja Polri di era digital.

Hingga Oktober 2025, Korlantas mencatat ada 1.641 perangkat ETLE aktif di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah ini akan terus ditambah hingga mencapai 3.000–5.000 kamera pada tahun 2027.

“Target di 2027 mungkin bisa 3.000 atau 5.000 supaya di era transformasi digital ini betul-betul menjawab apa yang diimbau masyarakat,” tambah Agus.

Dengan target tersebut, sistem pengawasan digital diharapkan menjangkau hingga daerah pelosok, memastikan setiap pelanggaran dapat dipantau tanpa harus ada interaksi langsung antara petugas dan pelanggar.

Kakorlantas menjelaskan bahwa transformasi digital dalam penegakan hukum lalu lintas tidak hanya berfungsi untuk menertibkan pengguna jalan, tetapi juga menjadi simbol pelayanan publik modern.

“Transformasi digital bukan sekadar alat penegakan hukum, tetapi simbol pelayanan. Kita bicara bagaimana melayani masyarakat di era saat ini,” kata Agus.

Agus juga berpesan agar seluruh jajaran Polantas terus memperkuat kepercayaan publik terhadap Polri dengan bersikap profesional, humanis, dan berpihak kepada masyarakat.

“Saya punya harapan besar agar jajaran bisa memberikan warna terbaik. Sudah saatnya kita berubah supaya pola pikir kita modern dan berpihak kepada masyarakat,” pungkasnya.

Sumber cna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *