Pemerintah Siapkan Hutan Adat untuk Penyerapan Karbon

Indoborneonews,Jakarta – Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Kehutanan, Julmansyah mengatakan, hutan adat berpotensi menyerap karbon sangat besar. Hal ini dengan mempertimbangkan syarat hutan adat adalah yang memiliki tutupan hutan.

Menurutnya, hutan adat mampu meningkatkan pendapatan masyarakat adat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan. Namun, lanjut dia, belum ada penghitungan atas potensi penyerapannya.

“Kami menetapkan hutan adat hanya di area berhutan, baik di Areal Penggunaan Lain (APL) maupun kawasan hutan. Jika tidak ada hutannya, tidak akan kami tetapkan,” kata Julmansyah dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (8/8/2025).

Kementerian Kehutanan, kata dia, menargetkan penetapan hutan adat dalam 5 tahun mendatang. Utamanya untuk mencapai 1,4 juta hektare.

Menurutnya, hutan adat memainkan peran penting dalam proses penyerapan karbon (carbon sequestration). Sehingga, semakin kuat masyarakat adat menjaga kelestarian hutan, maka semakin besar berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.

“Faktanya, masyarakat adat telah menjaga hutannya dengan baik. Misalnya di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), terdapat hutan adat Jake yang berbatasan langsung dengan perkebunan sawit,” katanya, menjelaskan.

Pemerintah berkomitmen mempercepat penetapan hutan adat guna memperkuat perlindungan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat. Saat ini, proses verifikasi dan penetapan terus berjalan di berbagai daerah.

“Kami berharap ke depan, hutan adat yang telah ditetapkan dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap penyerapan emisi. Karena masyarakat akan terus mempertahankan tutupan hutannya,” ujarnya.

Ia memastikan, saat ini proses penetapan yang diajukan 17 komunitas masyarakat hukum adat sedang dilakukan. Bahkan, saat ini ada di lima kabupaten untuk areal hutan seluas 70.688 hektare

Kelimanya ditargetkan harus selesai pada tahun ini. Kelima wilayah itu yakni Kutai Barat, Sanggau, Sorong Selatan, Buleleng, dan Punan Batu di Kabupaten Bulungan.

Menurutnya ini merupakan masyarakat adat terakhir di Kalimantan yang masuk dalam kategori pemburu dan peramu. Saat ini sedang berproses total luasnya 70.688 hektare.

“Singkatnya kami bisa mengejar angka 70.000 itu dalam waktu kurang dari 6 bulan. Meskipun sebenarnya bukan soal angkanya, kita mesti menyelamatkan teman-teman yang memang ketergantungannya pada sumber daya hutan,” katanya.

sumber kbrn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *