Indonesia Jadi Jumlah Libur Nasional Terbanyak se-ASEAN

indoborneonews,Jakarta – Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Gigih Prihantono, menyoroti potensi dampak ekonomi dari banyaknya hari libur nasional. Menurutnya, penambahan hari libur bisa menjadi beban biaya tetap bagi dunia usaha.

“Dari sisi pengusaha pasti berdampak,” ujar Gigih dalam wawancara bersama Pro3 RRI, Rabu (4/6/2025). Ia mengatakan karena hampir satu bulan adanya libur, hal tersebut menjadi biaya tersendiri.

Gigih menuturkan, pada tahun 2025, pemerintah menetapkan 27 hari libur nasional dan cuti bersama secara keseluruhan. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan libur terbanyak di kawasan Asia Tenggara.

Ia menyebut, secara praktis ini setara dengan satu bulan gaji yang tetap harus dibayarkan. Dari sisi pengusaha, tentu ini jadi tambahan biaya meskipun tidak ada aktivitas produksi.

Gigih menyebut bahwa produktivitas Indonesia belum menunjukkan perbaikan berarti dalam beberapa tahun terakhir. “Jangankan bersaing dengan Singapura atau Malaysia, dengan Vietnam saja kita hampir seimbang,” ujarnya.

Meski belum ada data resmi yang mengaitkan langsung hari libur dengan pertumbuhan ekonomi, efeknya tetap terasa. Salah satu indikatornya terlihat dari tren penurunan produktivitas tenaga kerja nasional.

Ia menjelaskan bahwa produktivitas dihitung dari seberapa besar output yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai upah. “Jika pekerja bergaji Rp4 juta bisa menghasilkan Rp100 juta bagi perusahaan, maka nilai produktivitasnya setara 25 kali lipat dari biaya upah,” katanya.

Gigih menyebut bahwa produktivitas Indonesia kini stagnan dan cenderung menurun dibanding negara tetangga. Bahkan, ia menyebut produktivitas Indonesia masih setara atau sedikit di bawah Vietnam.

Sementara dari sisi masyarakat, libur panjang dinilai menguntungkan bagi pariwisata dan waktu istirahat. Banyak pekerja memanfaatkan long weekend untuk rekreasi dan pulang kampung.

Keseimbangan antara waktu kerja dan libur perlu dijaga agar ekonomi tetap bergerak stabil. Gigih berharap ke depan, efisiensi kerja bisa ditingkatkan meski dengan jumlah hari kerja lebih sedikit.

(Arini Noviawati Gunawan)

sumber kbrn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *