Suara Keadilan Sosial yang Hilang: Sopir Logistik Dipinggirkan oleh Kebijakan Zero ODOL, Dimana Negara?

INDOBORNEO NEWS, SAMPIT, 16 JUNI 2025 —Di tengah gegap gempita pembangunan dan pertumbuhan industri, ada satu kelompok masyarakat yang terus-menerus menjadi korban: para sopir logistik. Mereka bukanlah bagian dari perusahaan besar, bukan pemilik modal, mereka hanya rakyat biasa yang bekerja demi sesuap nasi — namun sayangnya, mereka terus dibenturkan oleh aturan yang semakin tak berpihak.

Kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang diberlakukan dengan ketat oleh pemerintah melalui Satlantas Polri seakan hanya berpihak pada industri dan korporasi besar. Padahal, sopir logistik mandiri — yang tidak dinaungi perusahaan — tidak pernah dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan. Padahal merekalah yang berada di garda terdepan distribusi barang dan logistik di seluruh negeri.

“Kami bukan penjahat lalu lintas. Kami hanya bekerja demi bisa membawa pulang beras untuk keluarga. Tapi justru kami yang selalu dikejar, ditilang, ditekan, sementara industri besar terus melenggang,” ujar salah satu sopir logistik dalam unjuk rasa damai di [lokasi aksi].

Di mana Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”?

Di mana Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”?

Lebih menyakitkan lagi, sila kelima Pancasila: “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, seakan hanya menjadi hiasan pidato. Dalam praktiknya, keadilan itu tidak menyentuh mereka yang ada di jalanan sopir-sopir kecil, pemilik truk pribadi, dan pekerja logistik mandiri yang harus menanggung biaya tinggi, tekanan hukum, bahkan kehilangan pekerjaan hanya karena dimensi kendaraannya tidak sesuai spesifikasi pabrik.

Kami, sebagai kuasa hukum dan bagian dari masyarakat sipil yang peduli, menuntut:

1. Revisi kebijakan Zero ODOL yang diskriminatif, dengan menyusun skema transisi yang manusiawi dan adil bagi sopir mandiri.

2. Pengakuan legal dan perlindungan sosial bagi sopir logistik sebagai bagian dari pekerja sektor informal yang menopang distribusi ekonomi nasional.

3. Dialog terbuka antara pemerintah, kepolisian, dan perwakilan sopir logistik untuk membahas keadilan dalam kebijakan transportasi barang.

4. Penghentian tindakan represif dan diskriminatif di lapangan terhadap sopir-sopir kecil yang bukan bagian dari perusahaan besar.

Keadilan sosial tidak boleh hanya dinikmati oleh mereka yang punya modal. Negara wajib hadir untuk rakyat kecil, termasuk para sopir logistik, karena tanpa mereka, distribusi ekonomi akan lumpuh.

Kita tidak menuntut istana, kita hanya ingin aturan yang adil dan penghidupan yang layak. Jika hukum hanya tajam ke bawah, maka kita sedang kehilangan jati diri sebagai bangsa yang berdaulat dan berkeadilan.

Jurnalis; Jarwanto

Redaksi//

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *